Nama : Adi Kristianto
NPM : 50413185
Kelas : 3IA22
Mata Kuliah : Softskill
Nama Dosen : Syefani Rahma Deski
BAB 3
SEJARAH
DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
Di Indonesia, Desain
grafis dan cabang desain lainnya hadir berkat digalakannya kolonilaisasi. Pada
masa pendudukan Belanda, pemerintahannya pernah menunjuk beberapa seniman untuk
melakukan studi landscape di Indonesia untuk merekam eksotisme negara ini yang
kemudian dituangkan dalam karya lukisan yang berkesan romantis dan beberapa
teknk cetak seperti wood engravingdan lithography. Karena memang pada
masa ini seni rupa Barat sedang merayakan romantisme yang kajian visualnya
seringkali ditujukan pada landscape dan peristiwa heroik, yang dikenal dengan
istilah ‘mooi indie’, atau hindia yang cantik. Berangkat darinyalah desain
grafis mulai diperkenakan secara tidak langsung kepada rakyat Indonesia.
penguasaan teknik cetak pun bukan dari akademi, namun sebatas dari obrolan dan
interaksi dengan orang asing. Mesin cetak pertama kali di datangkan ke pulau
Jawa pada tahun 1659. Karena tidak ada operatornya, mesin itu menganggur sampai
berpuluh-puluh tahun. Tujuan misionaris mendatangkan mesin cetak erat kaitannya
dengan niat mereka untuk mencetak kitab suci dan buku-buku pendidikan Kristen.
Selain mencetak kitab suci, mereka juga menerbitkan surat kabar berhaluan
pendidikan Kristen. moving image,display dan pameran. Sejak tahun
1979, istilah desain komunikasi visual mulai dipakai menggantikan istilah
desain grafis.
Akhir 1970 dan seterusnya,
tumbuh perusahaan-perusahaan desain grafis yang sepenuhnya dipimpin oleh
desainer grafis. Berbeda dengan biro iklan, perusahaan-perusahaan ini
mengkhususkan diri pada desain-desain non-iklan, beberapa di antaranya adalah
Vision (Karnadi Mardio), Grapik Grapos Indonesia (Wagiono Sunarto, Djodjo
Gozali, S Prinka dan Priyanto Sunarto), Citra Indonesia (Tjahjono Abdi dan
Hanny Kardinata) dan GUA Graphic (Gauri Nasution). Di Bandung sebelumnya sudah
ada design center Decenta yang didirikan pada tahun 1973, antara lain oleh AD
Pirous, T Sutanto, Priyanto Sunarto, yang walau lebih mengandalkan pada
disiplin seni grafis juga menangani beragam produk desain grafis, mulai sampul
buku, kartu ucapan, logo, kalender, pameran dan elemen estetis gedung.
Periode awal 1980
mencatat perkembangan jumlah perusahaan desain grafis yang cukup signifikan di
Jakarta, antara lain: Gugus Grafis (FX Harsono, Gendut Riyanto), Polygon (Ade
Rastiardi, Agoes Joesoef), Adwitya Alembana (Iwan Ramelan, Djodjo Gozali), dan
di Bandung: Zee Studio (Iman Sujudi, Donny Rachmansjah), MD Grafik (Markoes
Djajadiningrat), Studio “OK!” (Indarsjah Tirtawidjaja dkk), dll.
Menjelang akhir 1990-an,
konsepsi baru seni global yang diberi tajuk postmodernisme yang digalakan
sampai sekarang ini membawa arus perubahan dan kebaruan yang radikal dan kritis
pada seni rupa Indonesia, tidak terlepas seni grafis. Penyampaian idea yang
dimiliki seiman pada karya dituangkan pada
media dan material yang
dianggap tidak lazim pada masanya. Seperti lahirnya performance art, instalasi,
dan media lainnya yang unik dan mengundang kontroversi. Seperti pada Bienalle
IX Jogja yang sebagian besar karyanya merayakan kehadiran potmodernisme dengan
menjatuhkan pilihan pada instalasi. Meskipun begitu, seniman grafis tetap
mencoba memadukan teknik grafis dengan media asing yang dinamai instalasi,
sepreti yang dilakukan Marida Nasution pada pameran ‘Taman Plastik’, Tisna
Sanjaya dengan instalasinya yang berjudul ‘Seni Grafis dan Sepakbola’, dan
beberapa seniman lainnya yang mencoba tetap menyisipkan corak seni grafis yang
membentuk proses penciptaan karyanya bersanding dengan arus deras kritisisme
postmodernisme.
Lebih jauh lagi,
eksplorasi media seni grafis kian berkembang didukung oleh laju perkembangan
teknologi yang kian pesat juga. Teknologi-teknologi grafis mutakhir pun seperti
c-print, digital print, dll mulai dipertanyakan konvensinya. Beberapa pihak
mencoba untuk mengamini hal tersebut, namun banayak pihak yang ‘keukeuh’
menyuarakan seni grafis konvensional lebih bernilai daripada seni grafis dengan
media cetak mutakhir, dengan anggapan terlalu mudahanya reproduksi yang
ditawarkan media cetak baru yang disokong teknologi sehingga dianggap makin
menjauhkan dan membei jarak seniman dari karyanya. Namun kalangan
postmodernisme yang ekletis beranggapan bahwa penciptaan karya seni tidak lagi
dibatasi pada konvensinya, namun sejauh apa seniman mampu mempertanggung
jawabkan pemilihan penuangan ide karya pada jenis media.
Selain perkembangan
historikal di atas, hal menarik yang terlihat pada perkembangan seni grafis
Indonesia juga tampak pada dialog Jogja-Bandung yang selalu hangat dibicarakan
sampai saat ini, seperit pada seni lukis, seni grafis pun mulai menampakkan
kecenderungan karya yang berbeda antar seniman Jogja dan Bandung. Secara umum,
dari masa Sudjojono, bapak seni lukis modern Indonesia, kecenderungan mazhab
kedua kota ini memang berbeda, Jogja yang lekat dengan kaitan seni dengan
kehidupan sosial kemasyarakatan dan Bandung dengan perayaan modernism pada
karyanya. Pun pada akademi seni yang dikembangkan oleh kedua kelompok seniman
yang telah memiliki perbadaan visi ini, Sekolah Guru Gambar yang kemudian
menjadi ITB, dan ASRI yang kemudian menjadi ISI Jogja. Perbedaan visi yang
diturunkan para pendir akademi ini kemudian berkembang dan kian mengerucut,
sehingga kedua kecenderungan ini ramai dibicarakan. Khususnya pada seni grafis,
kecenderungan penggunaan media pun mulai terlihat, hal ini boleh jadi
disebabkan oleh ketersediaan mesin cetak dan alat pendukung lainnya dalam
berkarya seni grafis. ITB, dikenal sebgai institusi yang memiliki mesin
terlengkap di Indonesia melahirkan seniman yang diberi kesempatan lebih untuk
mengeksplorasi teknik grafis, sementara di Jogja, kelangkaan mesin cetak datar
dan kurang fungsionalnya mesin cetak dalam kemdian megantarkan senimannya untuk
amat menggeluti teknik cetak tinggi. Serigrafi, kemudian menjadi media yang
diminati kedua polar ini, karena kemudahan dalam pengayaan media pendukungnya,
namun tetap memiliki kecenderungan yang berbeda dalam penyajian karyanya.
Keterbatasan mesin ini kemudian tidak dikeluhkan para penggrafis Jogja, mereka
dengan giarnya menggeluti cukil kayu hingga mencapai penguasaan teknis yang
dapat dinilai amat baik. sementara di bandung, tradisi kesadaran media menjadi
hal yang sering dipertanyakan pada senimannya, karena keleluasaan dalam
pemilihan teknik cetak yang digunakan.
Seni grafis kontemporer
Indonesia adalah cabang seni yang dinilai amat kaya, baik secara visual mauoun
ide yang diutuangkan senimannya. proses berkarya grafis kemudian mempengaruhi
kecenderungan berkarya para senimannya kemudian melahirkan seniman yang
memiliki pola kerja yang teratur dan pemikiran yang terstruktur. Perkembangan
seni grafis kontemporer Indonesia kiranya dinilai amat berkembang dengan baik,
eskplorasi teknis diaplikasikan pada media yang dianggap kurang lazim dalam
penyajian karya grafis. Dari kertas, kanvas, kayu, bahkan akrilik. Perayaan
teknologi pun memberikan banyak opsi yang sangat banyak bagi seniman grafis
untuk berkarya. Bahkan lebih jauh lagi, pereneungan kontemplatif seniman
kemudian melahirkan penyajian karya yang menggunakan teknik cetak secara
filosofis.
PENGERTIAN
Desain komunikasi visual atau lebih dikenal di kalangan civitas
akademik di Indonesia dengan singkatan DKV pada dasarnya merupakan istilah
penggambaran untuk proses pengolahan media dalam berkomunikasi mengenai
pengungkapan ide atau penyampaian informasi yang bisa terbaca atau terlihat.
Desain Komunikasi Visual erat kaitannya dengan penggunaan tanda-tanda (signs), gambar (drawing), lambang dan simbol,
ilmu dalam penulisan huruf (tipografi), ilustrasi dan warna yang kesemuanya
berkaitan dengan indera penglihatan.
Proses komunikasi disini melalui
eksplorasi ide-ide dengan penambahan gambar baik itu berupa foto, diagram dan
lain-lain serta warna selain penggunaan teks sehingga akan menghasilkan efek
terhadap pihak yang melihat. Efek yang dihasilkan tergantung dari tujuan yang
ingin disampaikan oleh penyampai pesan dan juga kemampuan dari penerima pesan
untuk menguraikannya.
PERBEDAAN KOMUNIKASI
VISUAL DENGAN SENI MURNINYA
Desain Grafis sebagai
seni terapan adalah bentuk seni yang penerapannya berlaku secara umum dalam
bentuk komunikasi visual. Desain grafis adalah suatu
teknik merancang tampilan grafis agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan
target konsumen. Dalam hal ini, egoisme desainer harus dikesampingkan dan lebih
mengedepankan fungsi dari desain grafis itu
sendiri.
Hal itu lah yang membuat desain grafis berbeda dengan seni visual (visual art). Sebuah karya seni lebih bersifat ekspresif dan tidak punya tujuan secara umum. Seni bersifat individual dan berorientasi kepada ekspresi dan kepuasan dari pembuatnya (seniman). Sedangkan desain grafis berorientasi kepada kegunaan atau fungsinya. Desain grafis yang baik akan dilihat dari seberapa besar impact dari karya yang dihasilkannya.
Sebagai contoh, kita dapat membandingkan sebuah lukisan dengan sebuah poster. Lukisan tidak merayu siapapun untuk melakukan apapun. Lukisan hanya menggambarkan sesuatu yang bisa dinilai bebas dari berbagai sudut pandang. Namun berbeda dengan poster. Poster ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan kepada massa. Dan tingkat keberhasilannya pun dilihat dari seberapa baik massa terpengaruh dengan poster tersebut.
Kesimpulannya, desain grafis dan seni murni adalah suatu hal yang berbeda. desain grafis adalah seni yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang banyak dalam bentuk tampilan visual. Sedang seni murni adalah ekspresi jiwa yang bersifat individual, subjektif, dan lebih ditujukan kepada kepuasan terhadap karya, bukan terhadap fungsi.
Hal itu lah yang membuat desain grafis berbeda dengan seni visual (visual art). Sebuah karya seni lebih bersifat ekspresif dan tidak punya tujuan secara umum. Seni bersifat individual dan berorientasi kepada ekspresi dan kepuasan dari pembuatnya (seniman). Sedangkan desain grafis berorientasi kepada kegunaan atau fungsinya. Desain grafis yang baik akan dilihat dari seberapa besar impact dari karya yang dihasilkannya.
Sebagai contoh, kita dapat membandingkan sebuah lukisan dengan sebuah poster. Lukisan tidak merayu siapapun untuk melakukan apapun. Lukisan hanya menggambarkan sesuatu yang bisa dinilai bebas dari berbagai sudut pandang. Namun berbeda dengan poster. Poster ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan kepada massa. Dan tingkat keberhasilannya pun dilihat dari seberapa baik massa terpengaruh dengan poster tersebut.
Kesimpulannya, desain grafis dan seni murni adalah suatu hal yang berbeda. desain grafis adalah seni yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang banyak dalam bentuk tampilan visual. Sedang seni murni adalah ekspresi jiwa yang bersifat individual, subjektif, dan lebih ditujukan kepada kepuasan terhadap karya, bukan terhadap fungsi.
Elemen-elemen
Desain Komunikasi Visual
Menurut Christine Suharto Cenadi (1999) elemen-elemen
dkv diantaranya tipografi, ilustrasi, dan simbolisme :
A. Layout
Pengertian layout adalah merupakan pengaturan yang
dilakukan pada buku, majalah, atau bentuk publikasi lainnya, sehingga teks dan
ilustrasi sesuai dengan bentuk yang diharapkan.
B. Tipografi
Tipografi merupakan seni memilih huruf dari ratusan
jumlah rancangan atau desain jenis huruf yang tersedia, menggabungkannya denga
jenis huruf yang berbeda, menggabungkan sejumlah kata yang sesuai dengan ruang
yang tersedia, dan memandai naskah untuk proses typesetting menggunakan
ketebalan dan ukuran huruf yang berbeda.
C.Ilustrasi
Ilustrasi dalam karya dkv dibagi menjadi dua, ilustrasi
yang dihasilkan dengan tangan atau gambar dan ilustrasi yang dihasilkan oleh
kamera atau fotografi. Ilustrasi dapat mengungkapkan sesuatu secara lebih cepat
dan lebih efektif daripada tekas (Wirya, 1999)
D. Simbolisme
Simbolisme sangat efektif digunakan sebagai sarana
informasi untuk menjembatani perbedaan bahasa yang digunakan karena sifatnya
yang universal dibanding kata-kata atau bahasa. Bentuk yang lebih kompleks dari
simbol adalah logo. Logo merupakan identifikasi dari sebuah perusahaan karena logo
harus mampu mencerminkan cintar, tujuan , jenis, serta objektivitasnya agar
berbeda dari yang lainnya.
E. Warna
Warna merupakan elemen penting yang dapat mempengaruhi
sebuah desain. Pemilihan warna dan pengolahan atau penggabungan satu dengan
lainnya akan dapat memberikan suatu kesan atau image yang khas dan
memiliku karakter yang unik, karena setiap warna memiliki sifat yang
berbeda-beda.
F. Animasi
Penggunaaan unsur-unsur gerak atau disebut animasi
khususnya dalam multimedia akan menimbulkan kesan tersendiri bagi yang
melihatnya. Animasi sendiri dibagi menjadi dua yaitu :
- Animasi dua dimensi (2D), adalah animasi yang
berkesan datar (flat), baik itu karakter maupun warnanya.
- Animasi tiga dimensi (3D), adalah karakter yang
dibuat dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan adanya kesan mendalam atau
berdimensi ruang.
G. Suara
Suara merupakan elemen pendukung yang digunakan untuk
lebih menghidupkan suasana interaksi.
Dala, multimedia interaktif, suara dibedakan menjadi
dua, yaitu suara utama dan suara pendukung.
Suara utama adalah suara yang mengiringi pengguna
selama interaksi berlangsung, dan suara pendukung merupakan suara yang terdapan
pada tombol-tombol
Referensi Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar